Kamis, 19 November 2009

FASILITASI, TIDAK SEKEDAR AKSESORIS

(posting by : alexs)

Sekarang ini banyak fasilitator dengan gaya fasilitasi yang unik, dinamis, dan menarik. Termasuk, penguasaan metode dan teknik yang canggih. Apakah, lantas pertemuan menjadi lebih baik. Heboh, iya. Lebih baik? belum tentu. Banyak fasilitator yang sibuk dengan aksesoris, tanpa memahami esensi pertemuan. Esensi baik terkait dengan konten, juga terkait dengan pemahaman utuh tentang fasilitasi.

Sesungguhnya, fasilitasi adalah sebuah seni. Seni memandu pertemuan. Seni memanusiakan Pertemuan. Seni menghidupkan pertemuan. Sama seperti seorang yang belajar seni, seorang fasilitator perlu mengetahui dan menguasai metode dan teknik.

Akan tetapi, pada fase-fase selanjutnya, pada penciptaan karya, saat memfasilitasi misalnya, seorang fasilitator harus memadukan seluruh metode dan teknik yang dikuasainya dan mampu meniupkan ruh pada sebuah pertemuan. Ini sama saja seperti seorang penari. Ketika dia sudah pentas, maka metode dan teknik dilupakan dan ia akan menari dengan jiwa untuk menyentuh jiwa-jiwa penontonnya.

Seorang fasilitator memang tidak melulu mengurusi aksesoris, game, energizer, ice breaking, metode, atau teknik. Tapi, lebih jauh lagi, dia harus mampu membuat pertemuan menjadi aliran “orkestra” yang memikat dengan tetap menumpu pada tiga hal: hasil, proses, dan relasi antar peserta.

Dan, lebih jauh lagi, ia harus mampu untuk membuat kelompok mencapai tujuan (pertemuan) yang terbaik. Sehingga, ketika peserta ditanya apa yang didapatkannya pada pertemuan itu, jawabannya bukanlah hanya kehebohan dan antusiasme saja. Tapi, lebih pada pemaknaan yang mendalam. Ini memang tantangan bagi seorang fasilitator.

Tidak ada komentar: